Perubahan Aturan Penangkapan dalam Revisi KUHAP yang Dibahas DPR
DPR sedang membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan membawa perubahan dalam aturan penangkapan. Draf RKUHAP yang diterima detikcom mengandung detail mengenai penangkapan, dengan beberapa perubahan signifikan dibandingkan KUHAP saat ini.
Aturan Penangkapan dalam Draf RKUHAP:
-
Wewenang Penangkapan: Penyidik, Penyidik Pembantu, dan PPNS (Pegawai Penyidik Non Struktural) dapat melakukan penangkapan atas perintah Penyidik Polri. Pengecualian untuk Penyidik Tertentu, termasuk di Kejaksaan, KPK, dan TNI AL.
-
Persyaratan Penangkapan: Minimal 2 alat bukti diperlukan untuk melakukan penangkapan, seperti yang diatur dalam Pasal 88.
-
Prosedur Penangkapan: Penyidik harus memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada tersangka, termasuk memberikan tembusan kepada keluarga atau orang yang ditunjuk tersangka. Dalam kasus tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah.
-
Masa Penahanan: Jika penangkapan melebihi 1 hari, akan dihitung sebagai masa penahanan, sesuai Pasal 90(3).
-
Pengecualian Penangkapan: Tidak berlaku untuk kasus dengan ancaman pidana denda maksimal kategori II (seperti Rp 10 juta), kecuali tersangka tidak memenuhi panggilan penyidik secara sah.
Perbandingan dengan KUHAP saat Ini:
-
KUHAP Sekarang: Menyatakan penangkapan dilakukan atas perintah penyidik berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
-
Penyidik yang Berwenang: Petugas kepolisian negara RI dapat melakukan penangkapan, seperti yang diatur dalam Pasal 18.
-
Masa Penangkapan: Dibatasi maksimal 1 hari, kecuali dalam kasus-kasus tertentu, seperti yang disebutkan dalam Pasal 19.
Draf RKUHAP memberikan ketentuan lebih rinci seputar penangkapan, termasuk pelaku yang berhak, jumlah bukti minimal, dan penghitungan masa penahanan. Sedangkan KUHAP saat ini lebih umum dalam pengaturan penangkapan.